MIRIP POLITISI - Sebuah Cerpen Dari Kisah Kehidupan Lelaki Ambisius

Oleh Mbak Sri Maskutir

Aku heran melihat laki-laki ambisius itu lari tergopoh-gopoh. Seperti ayam mau bertelur. Dia memakai jaket seperti jaket partai politik. Tiga atau dua warna mendominasi jaketnya. Aku curiga, jika dia menjadi salah satu kader dari partai yang kian hari kian membingungkan itu.Tangganya melambai ke arahku. Aku paham,pasti ada petuah penting yang akan disemburkan padaku. Dia engaduk-aduk isi tas. Aku semakin curiga,jangan-jangan dia memang telah dibaiat menjadi punggawa  partai.

"Apa  itu?" aku menunjuk buku kecil di tangannya.
'Ini....?"
Ia menunjukkan buku masak-memasak,cara membuat baksomulai dari bakso malang sampai bakso pulau buru.
"Aku kira kamu telah dibaiat jadi kader partai.
"Dia tertawa,tertawa yang norak . norak sekali.
"Makanya jangan suudzon. apa mukaku  mirip anggota DPR?"Aku bisa menduga mukanya yang mirip Winie The Pooh itu merah kegeeran.
"Ya,mirip anggota DPR yang culas."Jawabku sengak.
Dia hanya tersenyum, dan masih seperti dulu senyumnya norak minta ampun.
“Tidak apa-apa.” Jawabnya ringan.

Sejenak, dia masih terpengkur mengobrak-abrik seluruh isi ransel kumalnya. Alhasil, seperti merapi yang memuntahkan magma dan laharnya. Semua isi berhamburan. Aku melirik, ada pasta gigi lengkap dengan pasangannya yaitu sebuah sikat gigi berwarna hijau. Melambangkan bahwa sang pemilik adalah seorang yang setia pada paham yang dianutnya. Buku notes kecil, beraneka macam pulpen yang aku taksir tidak ada tintanya lagi. Mungkin dia sedang menjalani profesi sebagai kolektor pulpen bekas.  Buku tebal yang aku tidak tahu judulnya. Sabun mandi  yang katanya sebagai sabun kesehatan mutakhir , dan berlembar-lembar kertas yang naudzubilah kumalnya, istilah jawanya lungset.

‘Ini “, Dia menyerahkan satu lembar kertas kumal itu padaku sambil menaksir keadaan kepalanya tengok kanan-kiri. Aku curiga.
“Apa ini?” Tanyaku penuh selidik.
Jangan-jangan kertas itu berisi rencana mendirikan sebuah Negara baru, pengeboman atau tindak kriminalitas tingkat tinggi lainnya. Aku bergidik. Tak sudi aku ikut dalam gerombolan penghianat seperti itu.
“Jangan suudzon.” Katanya seperti membaca pikiranku.
“Kau benar-benar teropsesi jadi politisi.” Aku menarik kesimpulan.
“Politisi yang baik hati.” Jawabnya enteng.
“Oho, salah besar.”
“Kenapa, aku sudah menjalankan apa yang menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Rajin bekerja dan belajar, menjunjung tinggi  lambang Negara, patuh pada orang tua, cinta persahabatan, anti kekerasan, fleksibel, positif thingking, rajin solat,  mencium tangan orang tua setelah pulang dan pergi, apa masih ada yang keliru?” Nada protes meluncur dari mulutnya.
“Jadi kamu benar ingin jadi politisi?” Tanyaku lagi.
“Apa kamu belum mengerti juga?”
“Ya, tidak ada yang salah dengan pedoman hidup yang kamu ceritakan tadi, Cuma aku ingatkan wilayah politik kadang-kadang sulit diterka dan menyeleweng dari pedoman yang telah kamu ikrarkan tadi, ada semacam fatamorgana yang sulit untuk kita mata-matai.”Jawabku diplomatis. Perkataan ini aku sadap dari percakapan salah seorang temanku yang seorang mahasiswa Sospol.

“Sekarang aku tahu, kamu takut bersaing padaku untuk menjadi politisi.” Dia menuduhku seenaknya.
“Jangan terburu menarik kesimpulan yang masih absurd. Aku sama sekali tidak tertarik.” Jawabku
“Tapi dari nada bicaramu, aku kamu berbakat dibidang itu.” Dia seperti memujiku, pujian yang sengak, batinku.
“Baca dulu, baru kamu tahu apa esensi terdalam dalam hatiku.” Lagaknya seperti  seorang sastrawan .
Aku membuka lipatan kertas itu, ternyata sebuah tulisan yang lebih tepatnya disebut puisi.

Cinta, bulan, matahariku semuanya samar dilelan masa
Sepi menyayat gundukan pasir padang sahara
Kecut,
Buram,
Hilang,
Aku intip dibalik tirai kumal
Sampai lolongan anjing menelanku berlahan
Cita, bulan, matahariku timbul tenggelam
Merayap pelan
Memamerkan auranya yang kelam
Antara mimpi seorang jundi dan biduanita jalanan
Antara darah yang bersimpah-simpah dan alunan musik yang serak
Enggan meneruskan pertunjukkan
Cintaku , mati suri diantara puing peradapan
Aku masih setia merindukan

-end-

Angkatan yang mirip politisi lelaki ambisius bercita-cita mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dpr dan mpr



Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "MIRIP POLITISI - Sebuah Cerpen Dari Kisah Kehidupan Lelaki Ambisius"

  1. http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/vipdomino-agen-judi-terpercaya-dan-aman_25.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/jokowi-tidak-ada-tempat-di-negara-kita.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/sambangi-rs-polri-kapolda-jenguk-polisi.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/putra-putri-polri-kami-tak-takut.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/f-pdip-yakin-polri-dan-bin-cepat-ungkap.html

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar, dilarang Spam